KOAGULASI
PROTEIN
I. Prinsip
kerja.
Prinsip
kerja dari Koagulasi Protein yaitu untuk melihat pengaruh lamanya pemanasan
atau perebusan dari berbagai jenis telur yaitu telur puyuh, telur ayam, telur
itik dan telur penyu sehingga dapat menunjukkan peristiwa koagulasi. Sedangkan
koagulasi dengan cara khemis untuk
melihat pengaruh penambahan air, cuka
alkohol dan minyak pada putih telur dan kuning telur.
II. Metode
praktikum.
2.1 Waktu
dan tempat
Praktikum Biokimia ini dilaksanakan pada hari Senin
tanggal 4 November 2013 di Laboratorium Pendidikan III Jurusan
Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas.
2.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah :
pisau cutter, pemasak telur, kompor gas, tabung reaksi, gelas, test tube, pengaduk. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah :
aquades, telur puyuh, telur bebek, telur ayam
telur penyu, cuka, alkohol dan minyak.
2.2 Cara
kerja
2.2.1
Koagulasi protein
dengan pemanasan.
Disediakan masing-masing 1 butir
telur puyuh, telur ayam, telur itik dan telur penyu, kemudian semua telur
direbus atau dipanaskan dengan waktu yang berbeda-beda, Telur puyuh direbus
dalam waktu 5 menit, kemudian telur ayam dan telur itik direbus dalam waktu 10
menit, sedangkan telur penyu direbus dengan waktu lebih lama yaitu 20 menit.
Setelah itu semua telur diletakkan kedalam piring dan dibelah. Pada semua telur
di amati perubahan yang terjadi.
2.3.2 Koagulasi protein dengan
prinsip khemis.
Disediakan
4 butir telur ayam dan 8 buah gelas, cuka, minyak, alkohol dan air. Kemudian
dipisahkan antara kuning telur dan putih telur kedalam masing-masing gelas.
Setelah itu, gelas pertama dan kedua yang berisi kuning telur dan putih telur
dimasukkan air, pada gelas ketiga dan keempat dimasukkan alkohol, gelas kelima
dan keenam dimasukkan cuka, dan gelas ketujuh dan kedelapan dimasukkan minyak. Masing-masing
zat ditambahkan sebanyak 30 ml. Kemudian diamati perubahan yang terjadi setelah
penambahan zat tersebut.
III. Hasil
dan Pembahasan
3.1 Hasil.
3.1.2 Koagulasi protein dengan
pemanasan.
Tabel 1.
No
|
Jenis Telur
|
Waktu Perebusan
|
Diameter
(cm)
|
Perubahan yang Terjadi
|
|||||
|
|
|
Kuning Telur
|
Putih Telur
|
|||||
1
|
Telur Puyuh
|
5 menit
|
2
|
Terjadi penggumpalan
|
Terjadi penggumpalan
|
||||
2
|
Telur Ayam
|
10 menit
|
4
|
Terjadi penggumpalan
|
Terjadi penggumpalan
|
||||
3
|
Telur Itik
|
10 menit
|
4,3
|
Terjadi penggumpalan
|
Terjadi penggumpalan
|
||||
4
|
Telur Penyu
|
20 menit
|
3,4
|
Terjadi penggumpalan.
|
Tidak menggumpal
|
||||
3.1.2
Koagulasi protein
dengan prinsip khemis.
Tabel.
2
No
|
Jenis
Pelarut
Yang ditambahkan
|
Perubahan yang Terjadi
|
|
Kuning telur
|
Putih Telur
|
||
1
|
Air
|
Tidak terdapat bidang pisah dan tidak
terjadi denaturasi
|
Putih telur dapat larut dalam air dan
tidak terjadi koagulasi
|
2
|
Cuka
|
Terbentuk butiran-butiran yang
menandakan terjadi denaturasi.
|
Terjadi denaturasi dan terbentuk
butiran.
|
3
|
Alcohol
|
Terjadi penarikan air dalam kuning telur,
kuning telur menggumpal dan terjadi denaturasi.
|
Terjadi bidang pisah dan terjadi
denaturasi
|
4
|
Minyak
|
Tidak terdapat bidang pisah dan tidak
terjadi denaturasi.
|
Tidak terdapat bidang pisah.
|
3.2 Pembahasan
3.2.1
Koagulasi protein
Berdasarkan praktikum yang
dilakukan tentang koagulasi protein diperoleh hasil yang berbeda-beda pada
setiap jenis telur. Pada telur puyuh yang direbus dalam waktu lima menit
terjadi koagulasi pada kuning dan putih telurnya. Pada telur ayam dan telur
itik dilakukan perebusan selama 10 menit. Kedua telur ini juga mengalami
koagulasi dan penggumpalan baik pada kuning telur maupun pada putih telurnya.
Namun berbeda dengan telur penyu, walaupun dilakukan perebusan lebih lama
dibandingkan telur lainnya, pada putih telur penyu tidak terjadi koagulasi putih
telur masih tetap cair.
Pada
telur penyu yang dipanaskan tidak terjadi penggumpalan pada bagian putih telur.
Hal ini terjadi karena asam amino penyusun protein berbeda dengan telur
lainnya. Menurut Robinson (1995) protein
berbeda satu sama lain karena masing-masing mempunyai deret unit asam amino
sendiri-sendiri. Asam amino merupakan abjad struktur protein, karena
molekul-molekul ini dapat disusun dalam jumlah deret yang hampir tidak
terbatas, untuk membuat berbagai protein dalam jumlah yang hampir tidak
terbatas pula.
Pada telur penyu putih telur mengalami koagulasi pada
suhu 62ᵒC, sedangkan kuning telur mengalami koagulasi pada suhu 65ᵒC. Semua protein telur terkoagulasi kecuali ovomucoid dan
phosvitin. Pada telur penyu, tinggi akan ovomucoid,
hal ini menyebabkan telur penyu tetap cair walaupun telah dilakukan perebusan.
Tetap cairnya telur penyu setelah direbus bukan berarti tidak matang. Telur
telah matang, hanya komponennya yang tetap cair (Charley, 1998).
Nilai
gizi telur penyu lebih tinggi dari telur-telur lainnya. Nilai gizi telur penyu
yaitu terdapat 144 kalori, protein 12
gram,lemak total 10 gram, vitamin A
sebanyak 600 SI, Thiamin 0,11
miligram dan tidak terdapat vitamin C dan karbohidrat didalam telur penyu (Almatsier,
2009). Oleh sebab itu telur penyu sering dikonsumsi karena tidak banyak
mengandung zat berbahaya.
Dari pengamatan juga terlihat bahwa pada telur puyuh,
kuning telurnya lebih pucat dibandingkan dengan telur lainnya. Hal ini
disebabkan karena kolesterol pada telur puyuh lebih tinggi dibandingkan telur
itik atau telur ayam. Oleh sebab itu telur puyuh lebih baik dikonsumsi oleh
anak-anak, namun cukup berbahaya bila dikonsumsi oleh orang tua apalagi yang
memilki masalah dengan kolesterol. Selain itu rasa telur puyuh lebih gurih dibandingkan
dengan telur lainnya (Sawarno,1994)
Warna kuning
telur pada setiap telur berbeda-beda, seperti yang dapat kita lihat warna
kuning telur pada telur itik lebih pekat dibandingkan dengan telur ayam. Hal ini
disebabkan pada kuning telur itik banyak terdapat lemak. Menurut Sudarmadji
(1989) Pada telur itik kandungan gizi
lebih banyak terdapat pada kuning telurnya , yaitu protein terdapat 17 persen
pada bagian kuningnya. Sedangkan pada putih telur itik hanya terdapat 11 persen
protein. Dan juga hampir semua lemak dalam sebutir telur itik terdapat pada
bagian kuningnya, mencapai 35 persen, sedangkan di bagian putihnya tidak ada
sama sekali.
Lemak pada telur
terdiri dari trigliserida (lemak netral), fosfolipida (umumnya berupa lesitin),
dan kolesterol. Fungsi trigliserida dan fosfolipida bagi tubuh adalah sebagai
sumber energi, satu gram lemak menghasilkan 9 kilo kalori energi. Lemak dalam
telur berbentuk emulsi (bergabung dengan air) (Poedjiadi,1994). Oleh sebab itu saat pengamatan kuning
telur dapat bercampur dengan air. Sehingga menjadi lebih mudah dicerna, baik
oleh bayi, anak-anak, maupun golongan lanjut usia.
Putih telur tidak mengandung lemak, sehingga putih
telur dapat menyatu dengan penambahan air. Menurut Winarno (1991) dalam putih
telur tidak terkandung lemak, kolesterol, lemak trans dan karbohidrat, namun
terdapat protein, potassium, kalsium fosfor dan seng. Sehingga putih telur bisa
di konsumsi untuk membantu mengurangi tingkat kolesterol. Putih telur dalam
masakan atau makanan sehari-hari dapat menurunkan tingkat kolesterol. Putih
telur menghasilkan protein yang langsung bisa diserap oleh tubuh.
3.2.2 Koagulasi
protein dengan prinsip khemis.
Pada pengamatan denaturasi pada
protein yang dilakukan dengan menambahkan air, alkohol, cuka dan minyak kedalam
kuning telur dan putih telur. Dari masing-masing penambahan didapatkan hasil
yang berbeda-beda. Penambahan air pada kuning telur dan putih telur terjadi
penyatuan ,sehingga tidak terdapat bidang pisah antara keduanya. Pada
penambahan cuka terdapat dan terbentuk butiran-butiran pada kuning telur. Kuning
telur yang ditambahkan dengan minyak menyebabkan penyatuan yang sempurna
sehingga tidak terbentuk adanya bidang batas. Namun pada putih telur terbentuk
bidang batas, dan tidak terjadi denaturasi.
Dengan
penambahan alkohol terjadi penarikan molekul air dari kuning telur sehingga
protein pada kuning telur menjadi rusak dan kuning telur menjadi menggumpal.
Selain itu juga terjadi perubahan warna pada kuning telur, warnanya menjadi
lebih pucat dari sebelumnya. Artinya dengan penambahan alkohol pada kuning
telur maka akan terjadi denaturasi. Menurut
Martoharsono (2000), alkohol juga dapat mendenaturasi protein. Alkohol seperti kita ketahui
umumnya terdapat kadar 70% dan 95%. Alkohol 70% bisa masuk ke dinding sel dan
dapat mendenaturasi protein di dalam sel. Sedangkan alkohol 95%
mengkoagulasikan protein di luar dinding sel dan mencegah alkohol lain masuk ke
dalam sel melalui dinding sel. Alkohol mendenaturasi protein dengan memutuskan
ikatan hidrogen intramolekul pada rantai samping protein. Ikatan hidrogen yang
baru dapat terbentuk antara alkohol dan rantai samping protein tersebut.
Menurut
Frederick (2010), Denaturasi protein merupakan suatu proses dimana terjadi perubahan atau
modifikasi terhadap konformasi protein, lebih tepatnya terjadi pada struktur
tersier maupun kuartener dari
protein. Pada struktur tersier protein misalnya, terdapat empat jenis interaksi
pada rantai samping seperti ikatan hidrogen, jembatan garam, ikatan disulfida,
interaksi non polar pada bagian non hidrofobik.
Hal ini dapat terlihat dengan penambahan alkohol dan cuka.
Penambahn
cuka pada kuning telur akan membentuk seperti butiran-butiran. Hal ini
disebabkan karena cuka merupakan larutan asam yang dapat menyebabkan
denaturasi. Adapun penyebab dari denaturasi
protein bisa berbagai macam, antara lain panas, alkohol, asam-basa, maupun
logam berat. Gangguan
pada ikatan disulfida selain disebabkan oleh logam berat juga dapat disebabkan
oleh agen-agen pereduksi. Agen pereduksi ini bisa menyebabkan ikatan disulfida
putus dan dapat membentuk gugus tiol (-SH) dengan penambahan atom hidrogen.
Selain ikatan disulfida, ikatan lain yang apabila terganggu dapat menyebabkan
denaturasi protein adalah ikatan hidrogen. Dengan adanya alkohol dapat merusak
ikatan hidrogen antar rantai samping dalam struktur tersier suatu protein
(Hamid, 2001).
Denaturasi pada kuning telur dapat dilihat karena terjadi
penggumpalan dan penarikan air dalam kuning telur. Menurut Sugiono (1989) protein dapat
terdenaturasi yang ditandai dengan membentuk gumpalan dan larutannya menjadi
keruh. Denaturasi
yang diawali dengan proses koagulasi. Denaturasi akibat
panas menyebabkan molekul-molekul yang menyusun protein bergerak dengan sangat
cepat. Selain oleh panas, asam dan basa juga dapat membuat
protein terdenaturasi. Pada cuka terbentuk
butiran-butiran pada kunig telur dan putih telur. Seperti telah diketahui bahwa protein dapat membentuk
struktur zwitter ion.
Protein juga memiliki titik isoelektrik dimana jumlah muatan positif dan muatan
negatif pada protein adalah sama.
IV.
Penutup
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan
praktikum yang dilakukan, maka dapat disimpulkan:
1.
Koagulasi protein pada
telur dapat terjadi dengan perebusan atau pemanasan.
2.
Setiap telur memiliki
tingkat koagulasi yang berbeda.
3.
Pada telur penyu tidak
terjadi koagulasi dan penggumpalan pada putih telurnya.
4.
Kuning telur yang
ditambahkan alkohol mengakibatkan kuning telur menggumpal dan air ditarik oleh
alkohol dari kuning telur.
5.
Kuning telur yang
ditambahkan minyak tidak terdapat bidang pisah karena terdapat lemak.
6.
Penambahan cuka pada kuning
telur membentuk butiran-butiran.
4.2
Saran
Untuk objek
praktikum protein sebaiknya setiap praktikan ikut berpartisipasi dalam
pelaksanaan praktikum agar hasil yang diperoleh lebih maksimal.
LAMPIRAN.
a. Koagulasi protein dengan pemanasan.

Gambar
1.Telur puyuh direbus
5
menit

Gambar 2. Telur itik direbus 10
menit

Gambar 3. Telur ayam direbus
10 menit

Gambar 4. Telur penyu direbus
20 menit.
b. Koagulasi
protein dengan prinsip khemis.

Gambar
6. Kuning dan putih telur ditambahkan air.

Gambar
7. Kuning dan putih telur ditambahkan cuka


Gambar 9. Putih telur ditambahkan alkohol

Gambar 10.kuning telur ditambahkan minyak.
DAFTAR
PUSTAKA
Almatsier, Sunita. 2009. Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Charley, H. 1998. Foods: A Scientific
Approach. Prentice Hall : New Jersey
Frederick,
William H, Brown, dkk. 2010. Introduction to general, organic, and
biochemistry. Nelson Education: Kanada
Hamid, Abdul. 2001. Biokimia Metabolisme Biomolekul.
Jakarta: Penerbit Alfabeta
Martoharsono,
Soeharsono. 2000. Biokimia Jilid II.
Jakarta: Penerbit Gadjah Mada University Press
Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar- Dasar Biokimia. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Saworno, B. 1994. Pengawetan dan Pemanfaatan Telur. Jakarta : Penebar Swadaya.
Robinson, Trefor. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi.
Bandung: ITB.
Sudarmadji,dkk. 1989. Analisa Bahan Pangan dan Pertanian. Yogyakarta:
PAU Pangan
dan Gizi UGM.
Sugiyono. 1989. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor : IPB
Winarno,F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia
LAMPIRAN.
a. Koagulasi protein dengan pemanasan.

Gambar
1.Telur puyuh direbus
5
menit

Gambar 2. Telur itik direbus 10
menit

Gambar 3. Telur ayam direbus
10 menit

Gambar 4. Telur penyu direbus
20 menit.
b. Koagulasi
protein dengan prinsip khemis.

Gambar
6. Kuning dan putih telur ditambahkan air.

Gambar
7. Kuning dan putih telur ditambahkan cuka


Gambar 9. Putih telur ditambahkan alkohol

Gambar 10.kuning telur ditambahkan minyak.
DAFTAR
PUSTAKA
Almatsier, Sunita. 2009. Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Charley, H. 1998. Foods: A Scientific
Approach. Prentice Hall : New Jersey
Frederick,
William H, Brown, dkk. 2010. Introduction to general, organic, and
biochemistry. Nelson Education: Kanada
Hamid, Abdul. 2001. Biokimia Metabolisme Biomolekul.
Jakarta: Penerbit Alfabeta
Martoharsono,
Soeharsono. 2000. Biokimia Jilid II.
Jakarta: Penerbit Gadjah Mada University Press
Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar- Dasar Biokimia. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Saworno, B. 1994. Pengawetan dan Pemanfaatan Telur. Jakarta : Penebar Swadaya.
Robinson, Trefor. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi.
Bandung: ITB.
Sudarmadji,dkk. 1989. Analisa Bahan Pangan dan Pertanian. Yogyakarta:
PAU Pangan
dan Gizi UGM.
Sugiyono. 1989. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor : IPB
Winarno,F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar