Minggu, 19 Oktober 2014

laporan praktikum biokimia koagulasi protein



KOAGULASI PROTEIN
I.       Prinsip kerja.
Prinsip kerja dari Koagulasi Protein yaitu untuk melihat pengaruh lamanya pemanasan atau perebusan dari berbagai jenis telur yaitu telur puyuh, telur ayam, telur itik dan telur penyu sehingga dapat menunjukkan peristiwa koagulasi. Sedangkan koagulasi dengan cara khemis untuk  melihat pengaruh penambahan air, cuka  alkohol dan minyak pada putih telur dan kuning telur.

II.    Metode praktikum.
2.1  Waktu dan tempat
Praktikum Biokimia ini dilaksanakan pada hari Senin tanggal  4 November 2013  di Laboratorium Pendidikan III Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas.
2.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah : pisau cutter, pemasak telur, kompor gas, tabung reaksi, gelas, test tube, pengaduk. Sedangkan  bahan-bahan yang digunakan adalah : aquades, telur puyuh, telur bebek, telur ayam  telur penyu, cuka, alkohol dan minyak.
2.2  Cara kerja
2.2.1        Koagulasi protein dengan pemanasan.
Disediakan masing-masing 1 butir telur puyuh, telur ayam, telur itik dan telur penyu, kemudian semua telur direbus atau dipanaskan dengan waktu yang berbeda-beda, Telur puyuh direbus dalam waktu 5 menit, kemudian telur ayam dan telur itik direbus dalam waktu 10 menit, sedangkan telur penyu direbus dengan waktu lebih lama yaitu 20 menit. Setelah itu semua telur diletakkan kedalam piring dan dibelah. Pada semua telur di amati perubahan yang terjadi.

2.3.2 Koagulasi protein dengan prinsip khemis.
Disediakan 4 butir telur ayam dan 8 buah gelas, cuka, minyak, alkohol dan air. Kemudian dipisahkan antara kuning telur dan putih telur kedalam masing-masing gelas. Setelah itu, gelas pertama dan kedua yang berisi kuning telur dan putih telur dimasukkan air, pada gelas ketiga dan keempat dimasukkan alkohol, gelas kelima dan keenam dimasukkan cuka, dan gelas ketujuh dan kedelapan dimasukkan minyak. Masing-masing zat ditambahkan sebanyak 30 ml. Kemudian diamati perubahan yang terjadi setelah penambahan zat tersebut.
III. Hasil dan Pembahasan
3.1  Hasil.
3.1.2 Koagulasi protein dengan pemanasan.
Tabel 1.
No
Jenis Telur
Waktu Perebusan
Diameter
(cm)
Perubahan yang Terjadi



Kuning Telur
Putih Telur
1
Telur Puyuh
5 menit
2
Terjadi penggumpalan
Terjadi penggumpalan
2
Telur Ayam
10 menit
4
Terjadi penggumpalan
Terjadi penggumpalan
3
Telur Itik
10 menit
4,3
Terjadi penggumpalan
Terjadi penggumpalan
4
Telur Penyu
20 menit
3,4
Terjadi penggumpalan.
Tidak menggumpal











3.1.2        Koagulasi protein dengan prinsip khemis.
Tabel. 2
No
Jenis  Pelarut
Yang ditambahkan
Perubahan yang Terjadi
Kuning telur
Putih Telur
1
Air
Tidak terdapat bidang pisah dan tidak terjadi denaturasi
Putih telur dapat larut dalam air dan tidak terjadi koagulasi
2
Cuka
Terbentuk butiran-butiran yang menandakan terjadi denaturasi.
Terjadi denaturasi dan terbentuk butiran.
3
Alcohol
Terjadi penarikan air dalam kuning telur, kuning telur menggumpal dan terjadi denaturasi.
Terjadi bidang pisah dan terjadi denaturasi
4
Minyak
Tidak terdapat bidang pisah dan tidak terjadi denaturasi.

Tidak terdapat bidang pisah.

3.2      Pembahasan
3.2.1        Koagulasi protein
Berdasarkan praktikum yang dilakukan tentang koagulasi protein diperoleh hasil yang berbeda-beda pada setiap jenis telur. Pada telur puyuh yang direbus dalam waktu lima menit terjadi koagulasi pada kuning dan putih telurnya. Pada telur ayam dan telur itik dilakukan perebusan selama 10 menit. Kedua telur ini juga mengalami koagulasi dan penggumpalan baik pada kuning telur maupun pada putih telurnya. Namun berbeda dengan telur penyu, walaupun dilakukan perebusan lebih lama dibandingkan telur lainnya, pada putih telur penyu tidak terjadi koagulasi putih telur masih tetap cair.
Pada telur penyu yang dipanaskan tidak terjadi penggumpalan pada bagian putih telur. Hal ini terjadi karena asam amino penyusun protein berbeda dengan telur lainnya. Menurut Robinson (1995) protein berbeda satu sama lain karena masing-masing mempunyai deret unit asam amino sendiri-sendiri. Asam amino merupakan abjad struktur protein, karena molekul-molekul ini dapat disusun dalam jumlah deret yang hampir tidak terbatas, untuk membuat berbagai protein dalam jumlah yang hampir tidak terbatas pula.
Pada telur penyu putih telur mengalami koagulasi pada suhu 62C, sedangkan kuning telur mengalami koagulasi pada suhu 65C. Semua protein telur terkoagulasi kecuali ovomucoid dan phosvitin. Pada telur penyu, tinggi akan ovomucoid, hal ini menyebabkan telur penyu tetap cair walaupun telah dilakukan perebusan. Tetap cairnya telur penyu setelah direbus bukan berarti tidak matang. Telur telah matang, hanya komponennya yang tetap cair (Charley, 1998).
Nilai gizi telur penyu lebih tinggi dari telur-telur lainnya. Nilai gizi telur penyu yaitu terdapat  144 kalori, protein 12 gram,lemak total 10 gram, vitamin A   sebanyak  600 SI, Thiamin 0,11 miligram dan tidak terdapat vitamin C dan karbohidrat didalam telur penyu (Almatsier, 2009). Oleh sebab itu telur penyu sering dikonsumsi karena tidak banyak mengandung zat berbahaya.
Dari pengamatan juga terlihat bahwa pada telur puyuh, kuning telurnya lebih pucat dibandingkan dengan telur lainnya. Hal ini disebabkan karena kolesterol pada telur puyuh lebih tinggi dibandingkan telur itik atau telur ayam. Oleh sebab itu telur puyuh lebih baik dikonsumsi oleh anak-anak, namun cukup berbahaya bila dikonsumsi oleh orang tua apalagi yang memilki masalah dengan kolesterol. Selain itu rasa telur puyuh lebih gurih dibandingkan dengan telur lainnya (Sawarno,1994)
Warna kuning telur pada setiap telur berbeda-beda, seperti yang dapat kita lihat warna kuning telur pada telur itik lebih pekat dibandingkan dengan telur ayam. Hal ini disebabkan pada kuning telur itik banyak terdapat lemak. Menurut Sudarmadji (1989)  Pada telur itik kandungan gizi lebih banyak terdapat pada kuning telurnya , yaitu protein terdapat 17 persen pada bagian kuningnya. Sedangkan pada putih telur itik hanya terdapat 11 persen protein. Dan juga hampir semua lemak dalam sebutir telur itik terdapat pada bagian kuningnya, mencapai 35 persen, sedangkan di bagian putihnya tidak ada sama sekali.
Lemak pada telur terdiri dari trigliserida (lemak netral), fosfolipida (umumnya berupa lesitin), dan kolesterol. Fungsi trigliserida dan fosfolipida bagi tubuh adalah sebagai sumber energi, satu gram lemak menghasilkan 9 kilo kalori energi. Lemak dalam telur berbentuk emulsi (bergabung dengan air) (Poedjiadi,1994). Oleh sebab itu saat pengamatan kuning telur dapat bercampur dengan air. Sehingga menjadi lebih mudah dicerna, baik oleh bayi, anak-anak, maupun golongan lanjut usia.
Putih telur tidak mengandung lemak, sehingga putih telur dapat menyatu dengan penambahan air. Menurut Winarno (1991) dalam putih telur tidak terkandung lemak, kolesterol, lemak trans dan karbohidrat, namun terdapat protein, potassium, kalsium fosfor dan seng. Sehingga putih telur bisa di konsumsi untuk membantu mengurangi tingkat kolesterol. Putih telur dalam masakan atau makanan sehari-hari dapat menurunkan tingkat kolesterol. Putih telur menghasilkan protein yang langsung bisa diserap oleh tubuh.
3.2.2     Koagulasi protein dengan prinsip khemis.
Pada pengamatan denaturasi pada protein yang dilakukan dengan menambahkan air, alkohol, cuka dan minyak kedalam kuning telur dan putih telur. Dari masing-masing penambahan didapatkan hasil yang berbeda-beda. Penambahan air pada kuning telur dan putih telur terjadi penyatuan ,sehingga tidak terdapat bidang pisah antara keduanya. Pada penambahan cuka terdapat dan terbentuk butiran-butiran pada kuning telur. Kuning telur yang ditambahkan dengan minyak menyebabkan penyatuan yang sempurna sehingga tidak terbentuk adanya bidang batas. Namun pada putih telur terbentuk bidang batas, dan tidak terjadi denaturasi.
Dengan penambahan alkohol terjadi penarikan molekul air dari kuning telur sehingga protein pada kuning telur menjadi rusak dan kuning telur menjadi menggumpal. Selain itu juga terjadi perubahan warna pada kuning telur, warnanya menjadi lebih pucat dari sebelumnya. Artinya dengan penambahan alkohol pada kuning telur maka akan terjadi denaturasi. Menurut Martoharsono (2000), alkohol juga dapat mendenaturasi protein. Alkohol seperti kita ketahui umumnya terdapat kadar 70% dan 95%. Alkohol 70% bisa masuk ke dinding sel dan dapat mendenaturasi protein di dalam sel. Sedangkan alkohol 95% mengkoagulasikan protein di luar dinding sel dan mencegah alkohol lain masuk ke dalam sel melalui dinding sel. Alkohol mendenaturasi protein dengan memutuskan ikatan hidrogen intramolekul pada rantai samping protein. Ikatan hidrogen yang baru dapat terbentuk antara alkohol dan rantai samping protein tersebut.
Menurut Frederick (2010), Denaturasi protein merupakan suatu proses dimana terjadi perubahan atau modifikasi terhadap konformasi protein, lebih tepatnya terjadi pada struktur tersier maupun kuartener dari protein. Pada struktur tersier protein misalnya, terdapat empat jenis interaksi pada rantai samping seperti ikatan hidrogen, jembatan garam, ikatan disulfida, interaksi non polar pada bagian non hidrofobik. Hal ini dapat terlihat dengan penambahan alkohol dan cuka.
Penambahn cuka pada kuning telur akan membentuk seperti butiran-butiran. Hal ini disebabkan karena cuka merupakan larutan asam yang dapat menyebabkan denaturasi. Adapun penyebab dari denaturasi protein bisa berbagai macam, antara lain panas, alkohol, asam-basa, maupun logam berat. Gangguan pada ikatan disulfida selain disebabkan oleh logam berat juga dapat disebabkan oleh agen-agen pereduksi. Agen pereduksi ini bisa menyebabkan ikatan disulfida putus dan dapat membentuk gugus tiol (-SH) dengan penambahan atom hidrogen. Selain ikatan disulfida, ikatan lain yang apabila terganggu dapat menyebabkan denaturasi protein adalah ikatan hidrogen. Dengan adanya alkohol dapat merusak ikatan hidrogen antar rantai samping dalam struktur tersier suatu protein (Hamid, 2001).
Denaturasi pada kuning telur dapat dilihat karena terjadi penggumpalan dan penarikan air dalam kuning telur. Menurut Sugiono (1989) protein dapat terdenaturasi yang ditandai dengan membentuk gumpalan dan larutannya menjadi keruh. Denaturasi yang diawali dengan proses koagulasi. Denaturasi akibat panas menyebabkan molekul-molekul yang menyusun protein bergerak dengan sangat cepat. Selain oleh panas, asam dan basa juga dapat membuat protein terdenaturasi. Pada cuka terbentuk butiran-butiran pada kunig telur dan putih telur. Seperti telah diketahui bahwa protein dapat membentuk struktur zwitter ion. Protein juga memiliki titik isoelektrik dimana jumlah muatan positif dan muatan negatif pada protein adalah sama.






IV.  Penutup
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, maka dapat disimpulkan:
1.      Koagulasi protein pada telur dapat terjadi dengan perebusan atau pemanasan.
2.      Setiap telur memiliki tingkat koagulasi yang berbeda.
3.      Pada telur penyu tidak terjadi koagulasi dan penggumpalan pada putih telurnya.
4.      Kuning telur yang ditambahkan alkohol mengakibatkan kuning telur menggumpal dan air ditarik oleh alkohol dari kuning telur.
5.      Kuning telur yang ditambahkan minyak tidak terdapat bidang pisah karena terdapat lemak.
6.      Penambahan cuka pada kuning telur membentuk butiran-butiran.

4.2     Saran
Untuk objek praktikum protein sebaiknya setiap praktikan ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan praktikum agar hasil yang diperoleh lebih maksimal.





LAMPIRAN.
a.    Koagulasi  protein dengan pemanasan.

 
Gambar 1.Telur puyuh direbus
5 menit
 
Gambar 2. Telur itik direbus 10 menit

 
Gambar 3. Telur ayam direbus
10 menit
Gambar 4. Telur penyu direbus
20 menit.












b.      Koagulasi protein dengan prinsip khemis.

Gambar 6. Kuning dan putih telur ditambahkan air.
 
Gambar 7. Kuning dan putih telur ditambahkan cuka
          Gambar 8. Kuning telur ditambahkan alkohol
Gambar 9. Putih telur ditambahkan alkohol
 
Gambar 10.kuning telur ditambahkan minyak.




DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. 2009. Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Charley, H. 1998. Foods: A Scientific Approach. Prentice Hall : New Jersey
Frederick, William H, Brown, dkk. 2010. Introduction to general, organic, and biochemistry. Nelson Education: Kanada
Hamid, Abdul. 2001. Biokimia Metabolisme Biomolekul. Jakarta: Penerbit Alfabeta
Martoharsono, Soeharsono. 2000. Biokimia Jilid II. Jakarta: Penerbit Gadjah Mada University Press
Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar- Dasar Biokimia. Jakarta: Universitas Indonesia.
Saworno, B. 1994. Pengawetan dan Pemanfaatan Telur. Jakarta : Penebar Swadaya.
Robinson, Trefor. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung: ITB.
Sudarmadji,dkk. 1989. Analisa Bahan Pangan dan Pertanian. Yogyakarta: PAU Pangan
             dan Gizi UGM.        
Sugiyono. 1989. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor : IPB
Winarno,F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia




















LAMPIRAN.
a.    Koagulasi  protein dengan pemanasan.

 
Gambar 1.Telur puyuh direbus
5 menit
 
Gambar 2. Telur itik direbus 10 menit

 
Gambar 3. Telur ayam direbus
10 menit
Gambar 4. Telur penyu direbus
20 menit.












b.      Koagulasi protein dengan prinsip khemis.

Gambar 6. Kuning dan putih telur ditambahkan air.
 
Gambar 7. Kuning dan putih telur ditambahkan cuka
          Gambar 8. Kuning telur ditambahkan alkohol
Gambar 9. Putih telur ditambahkan alkohol
 
Gambar 10.kuning telur ditambahkan minyak.




DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. 2009. Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Charley, H. 1998. Foods: A Scientific Approach. Prentice Hall : New Jersey
Frederick, William H, Brown, dkk. 2010. Introduction to general, organic, and biochemistry. Nelson Education: Kanada
Hamid, Abdul. 2001. Biokimia Metabolisme Biomolekul. Jakarta: Penerbit Alfabeta
Martoharsono, Soeharsono. 2000. Biokimia Jilid II. Jakarta: Penerbit Gadjah Mada University Press
Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar- Dasar Biokimia. Jakarta: Universitas Indonesia.
Saworno, B. 1994. Pengawetan dan Pemanfaatan Telur. Jakarta : Penebar Swadaya.
Robinson, Trefor. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung: ITB.
Sudarmadji,dkk. 1989. Analisa Bahan Pangan dan Pertanian. Yogyakarta: PAU Pangan
             dan Gizi UGM.        
Sugiyono. 1989. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor : IPB
Winarno,F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia







Tidak ada komentar:

Posting Komentar