TEKNIK DALAM MENGHITUNG FREKUENSI
ALEL
Teknik-teknik yang digunakan dalam
genetika modern banyak menggunakan penanda genetik sebagai alat bantu
mengidentifikasi genotipe suatu individu atau sampel yang diambil. Penanda
genetik disebut juga dengan penanda, marker, marka, atau markah. Penanda
genetik merupakan ekspresi pada individu yang terlihat oleh mata atau
terdeteksi dengan alat tertentu, yang menunjukkan dengan pasti genotipe suatu
individu. Penanda genetik dapat diketahui lokasinya pada kromosom. Penanda yang
lokasinya dapat diketahui pada kromosom memberikan informasi bagi sekuensing
dan perbandingan antar genotipe, meskipun seringkali tidak praktis dalam
aplikasinya. Aplikasi penanda genetik misalnya dalam bidang-bidang kedokteran,
pertanian, ilmu pangan, lingkungan, antropologi, sejarah, hukum. Bidang-bidang
tersebut menggunakan aplikasi penanda genetik
sebagai alat analisis atau alat pembuktian. Beberapa penanda genetik
sangat terpercaya karena bersifat lembam dan tidak mudah berubah karena pengaruh
lingkungan (Semagn et al., 2006)
1. RFLP (Restriction Fragment Length
Polymorphism).
Metode RFLP diestimasi berdasarkan
perbedaan ukuran fragmen DNA. Susunan nukleotida spesifik pada sekuens DNA
dipotong dengan enzim retriksi endonuclease berdasarkan ukurannya. Selanjutnya
hasil pemotongan enzim retriksi endonuclease tersebut dicampur dengan DNA
probes dan dilakukan analisis southern bolt. Fragmen DNA yang komplementer
dengan probes akan terhibridisasi dan muncul pada layer. Polimorphisme
dideteksi berdasarkan perbedaan ukuran fragmen yang muncul. Polimophisme yang
dihasilkan dapat disebabkan karena adanya mutasi, insersi, delesi, dll.
Dalam
analisis RFLP, genomik DNA yang dipotong dengan enzim restriksi dipisahkan
melalui gel elektroforesis, dan diblot ke membrane netroselulase. Dasar dari
transfer DNA dari gel ke pensupport yang lebih solid adalah untuk mengawetkan
posisi fragmen DNA dan menyebabkan hibridisasi dapat dilakukan. Pola banding
yang spesifik divisualisasi dengan hibridisasi dengan probe yang dilabel. Probe
biasanya probe lokus tunggal yang spesies-specific berukuran 0.5-3kb yang
diperoleh dari cDNA library atau genomik library
Metode RFLP tidak
menggunakan PCR dalam pengerjaannya. Kelebihan metode ini adalah konsistensi
yang tinggi, informasi sifat pewarisan ko-dominan, dapat diulang tanpa ada
perubahan, tidak memerlukan informasi sekuen, dan relatif mudah diidentifikasi
karena perbedaan yang besar antar fragmen. Akan tetapi metode ini juga
mempunyai beberapa kekurangan yaitu pada beberapa spesies tingkat polimorfisme
sangat rendah, menyita banyak tenaga dan waktu, kuantitas dan kualitas DNA yang
diperlukan sangat tinggi, prosedur hibridisasinya rumit sehingga menyulitkan
otomatisasi, dan memerlukan pustaka probe untuk spesies-spesies tanaman yang
belum pernah dieksplorasi sebelumnya.
Metode RFLP mempunyai
banyak kegunaan dalam bidang pemuliaan tanaman modern. Aplikasi metode RFLP
antara lain digunakan untuk seleksi karakter agronomi, uji kualitas benih,
analisis segregasi pada keturunan, dan evaluasi diversitas genetik untuk
koleksi plasma nutfah. RFLP juga digunakan sebagai alat untuk mengetahui
variabilitas genetik pada tanaman pangan.
2. RAPD (Random Amplified Polymorphic
DNA).
Metode RAPD merupakan metode yang
menggunakan oglionukleotida tunggal pendek (primer), sepanjang 10-12 basa,
untuk membentuk fragmen-fragmen DNA. Metode RAPD memanfaatkan PCR untuk
mengamplifikasi sekuen DNA yang komplementer terhadap primer. Sekuen DNA yang
komplementer dengan primer akan terhibridisasi secara acak (random),
selanjutnya dilakukan perbanyakan (amplified) terhadap sekuen-sekuen DNA
komplementer tersebut. Tahap selanjutnya yaitu melakukan elektroforesis pada
agarose atau polyacrilamide gel untuk memisahkan fragmen DNA berdasarkan
ukurannya. Kemudian dilakukan pewarnaan dengan ethidium bromide dan
fragmen-fragmen DNA akan terlihat jika disinari dengan sinar UV.
Metode RAPD dapat
menghasilkan beragam pita pada individu dengan primer tunggal. Variasi band
yang terlihat umumnya disebut random amplified polymorphic DNA (RAPD) bands.
Polimorphisme akan terlihat dan selanjutnya bisa digunakan sebagai marka
genetik. Pemanfaatan metode RAPD antara lain untuk deteksi polimophisme sekuens
DNA, pemetaan genetik berbagai populasi, keragaman genetik, dan identifikasi varietas
serta analisis asal-usul organisme (filogenetik).
Metode RAPD mempunyai
keunggulan dan juga kekurangan. Keunggulan metode RAPD yaitu waktu yang
dibutuhkan singkat, mudah dilaksanakan, lebih murah, dan primer yang diperlukan
sudah banyak dikomersilkan sehingga mudah diperoleh. Metode ini dapat digunakan
untuk menganalisis banyak organisme, karena primer yang digunakan bersifat
universal yang berarti primer dapat digunakan tanpa perlu mengetahui informasi
sekuen DNA terlebih dahulu.
Kekurangan metode RAPD
yaitu marka (primer) yang terlalu umum, sehingga informasi yang diperoleh
kurang akurat. Marka RAPD bersifat dominan, dalam arti lain band hasil RAPD
tidak menunjukkan perbedaan antara keadaan heterosigos dan homosigos. Selain
itu terdapat kesulitan untuk memperoleh pola pita yang identik walaupun
digunakan primer dan materi (DNA) yang sama. Masalah lain yang ditemukan adalah
pola pita RAPD muncul pada DNA keturunan tetapi tidak muncul pada DNA tetua,
dimana fenomena ini biasa disebut heteroduplex formation. Hal ini mungkin
disebabkan karena reaksi RAPD dipengaruhi oleh persaingan antar primer sites
dalam genom.
3. AFLP (Amplified Fragment Length
Polymorphism)
Metode AFLP merupakan penggabungan
antara teknik RFLP dan RAPD. DNA genomik dipotong dengan ezim restriksi seperti
pada RFLP, akan tetapi pada AFLP digunakan dua enzim restriksi yang berbeda.
Tujuannya adalah memperoleh fragmen dalam jumlah besar. Beberapa fragmen
terseleksi diamplifikasi dengan PCR menggunakan primer universal seperti pada
RAPD, walaupun sebenarnya primer yang digunakan tidak benar-benar dipilih
secara acak. Primer yang digunakan adalah primer yang komplementer dengan
“adapters”. Adapters merupakan oligonukleotida spesifik yang komplementer
dengan restriction sites sepanjang 25-30bp dan menempel pada fragmen DNA yang
dipotong. Polimorphisme kemudian dideteksi dari perbedaan panjang fragmen hasil
amplifikasi PCR pada polyacrilamide gel electrophoresis (PAGE) atau capillary
electrophoresis yang divisualisasi dengan menggunakan otoradiografi atau
pewarnaan perak. Pita polimorphik lalu diidentifikasi seperti pada analisis
RAPD. Pita polimorphik ini bahkan bisa dipotong dari gel dan disekuensi, yang
memungkinkan kita untuk merakit primer PCR spesifik.
Metode AFLP biasanya
digunakan untuk meneliti variasi genetik diantara individu dalam suatu spesies,
mengevaluasi variasi genetik untuk koleksi plasma nutfah dan skrining
biodiversitas. Metode AFLP juga sering digunakan untuk membuat peta genetik dan
percobaan untuk menemukan gen-gen yang bertanggung jawab terhadap karakter
tertentu. Kelebihan metode ini yaitu tidak memerlukan informasi sekuen dari
genom, hasil amplifikasinya stabil, tingkat pengulangan dan variabilitasnya
sangat tinggi, dan dapat mendeteksi variasi genetik diantara spesies, varietas,
atau kultivar yang berkerabat dekat. Kekurangan metode ini yaitu pengerjaan
yang rumit dan intensif dibandingkan metode lainnya, pengadaan alat dan bahan
sangat mahal, serta dibutuhkannya kits yang berbeda-beda yang dapat beradaptasi
dengan ukuran genom selama analisis.
4. SSR (Simple Sequence Repeat)
Metode Simple Sequence Repeat (SSR)
mempunyai nama lain metode microsatellite atau Simple Tandem Repeat (STR).
Metode SSR didasarkan atas pengulangan pasangan sekuen mono-, di-, tri-,
tetra-, penta-, dan hexa-nukleotida seperti (TG)n atau (AAT)n. Pasangan sekuen
ini tersebar melewati genom sehingga menghasilkan polimorphisme yang tinggi.
Dalam pengerjaannya, metode SSR memanfaatkan PCR untuk mengamplifikasi sekuen
DNA secara individu menggunakan primer spesifik. Sekuen DNA yang teramplifikasi
adalah sekuen DNA yang komplementer dengan primer yang digunakan. Selanjutnya
dilakukan elektroforesis pada agarose gel atau polyacrilamide gel untuk
memisahkan fragmen DNA yang terbentuk berdasarkan panjang ukuran basa. Kemudian
dilakukan pewarnaan pada gel dengan ethidium bromide. Tahap terakhir yaitu
visualisasi dengan meletakkan gel dibawah sinar UV sehingga fragmen-fragmen DNA
akan terlihat. Polimorphisme dideteksi berdasarkan perbedaan ukuran fragmen DNA
akibat perbedaan panjang pengulangan pasangan sekuen
Mikrosatelit atau SSR
dapat dideteksi dengan pewarnaan menggunakan teknik Silver Staining PAGE (pewarnaan perak dengan
teknik Polyacrilamyde Gel
Electrophoresis). Proses deteksi SSR
juga dapat diotomatisasi dengan menggunakan
fluorescently-labeled markers dan alat analisis genetik (genetic analyzer). Kelebihan utama dari
teknik ini adalah pembacaan fragmen DNA
lebih akurat (ketelitian sampai 1 bp),
lebih otomatis, dan hightroughput (marka
yang berbeda ukuran fragmen DNA dan warna labelnya dapat diproses bersamaan dalam sekali pendeteksian (running) (Santoso,
dkk; 2006).
Perbedaan metode SSR dengan metode RAPD terletak pada
primer yang digunakan. Primer SSR merupakan primer tunggal spesifik yang
mengamplifikasi hanya pada satu site tertentu, berbeda dengan RAPD yang
menggunakan primer universal, yang dapat mengamplifikasi pada beberapa site
sekaligus. Primer SSR juga merupakan marka ko-dominan yang dapat membedakan
heterosigos dan homosigos sedangkan primer RAPD merupakan marka dominan.
Perbedaan lainnya terletak pada pita yang dihasilkan. Metode SSR biasanya hanya
menghasilkan satu atau dua pita pada tiap individu sedangkan metode RAPD dapat
menghasilkan beragam pita pada tiap individu.
Metode SSR merupakan
salah satu alat molekular yang sering digunakan untuk penelitian diversitas
genetik karena keakuratan informasi yang tinggi dan sangat polimorfik bahkan
untuk spesies atau galur yang berkerabat dekat. Genetik populasi dan analisis
hubungan kekerabatan bisa dilakukan dengan metode SSR.
Kelebihan metode ini
yaitu primer yang digunakan untuk satu spesies tertentu dapat digunakan untuk
berbagai macam tanaman dalam satu spesies, kuantitas DNA yang digunakan sangat
kecil, metodenya relatif sederhana dan dapat dilakukan secara otomatis, dan
pasangan primer SSR tersedia dipasaran dalam jumlah yang besar. Sedangkan
kekurangan metode ini yaitu kesulitan kloning dan sequencing daerah flanking
SSR, biaya yang cukup tinggi untuk merancang primer baru yang spesifik.
5. SNP (Single Nucleotide
Polymorphism)
SNP umumnya merupakan variasi DNA yang berasal dari perubahan satu atau
dua basa pada sekuen DNA . SNP juga diartikan sebagai variasi sekuen DNA yang
terjadi ketika sebuah nukleotida tunggal dari sekuen tersebut berbeda dari
sekuen DNA pada umumnya. Jika SNP terjadi pada sebuah gen, SNP dapat mengganggu
fungsi gen, yang menghasilkan perbedaan alel pada gen tersebut. SNP dapat
digunakan secara efektif sebagai penanda karena perbedaan terjadi pada basa
tunggal. Tidak seperti metode SSR, SNP merupakan bagian sekuen itu sendiri
bukan ukuran atau panjang sekuen. Pada genom manusia, SNP umumnya terjadi
setiap 100 hingga 300bp.
Prinsip dasar dalam pengerjaan SNP
beserta teknik yang digunakan meliputi:
-
ASOH (Allele-spesific oligonukleotide hybridization), teknik terkait:
allele-specific PCR, 5’ nuclease assay, DNA chips, bead based techniques.
-
Elongasi rantai DNA template-dependent dengan DNA polimerase, teknik
terkait: primer extension, pyrosequencing.
-
Double-strand-dependent ligation, teknik terkait: OLA (oligonucleotide
ligation assay) yang digabungkan dengan DNA chips atau bead based techniques.
-
Deteksi perbedaan (mismatch detection), teknik terkait: DASH (dynamic
allele-specific hybridization), DHLPC (denaturing high-performance liquid
chromatography).
Deteksi markah SNP bersifat ko-dominan,
berdasarkan pada amplifikasi primer yang berbasis pada informasi sekuen untuk
gen spesifik. Keunggulan teknik SNP adalah lebih mudah diaplikasikan
dibandingkan dengan teknik SSR dan AFLP serta lebih bermanfaat ketika posisi
SNP pada lokus sangat berdekatan. Kelemahan dari teknik SNP adalah memerlukan
informasi sekuen untuk suatu gen yang menjadi target analisis dan untuk
pengadaan alat dan bahan memerlukan biaya yang sangat tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Bashalkhanov
S., Pandey M., Rajora OP. 2009. A simple method for estimating genetic
diversity in large populations from
finite sample sizes. BMC genetics.
Fahmi,
Zaki Ismail. 2011. Pemanfaatan teknologi DNA molekuler dalam identifikasi dan
verifikasi varietas tanaman perkebunan. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi
Tanaman Perkebunan.
Suryanto,
D. 2003. Melihat keanekaragaman organisme melalui beberapa teknik genetika
molekuler. USU digital library : Universitas Sumatera Utara.